Energi Panas Bumi sebagai Sumber Tenaga Pembangkit Listrik untuk Menjamin Ketersediaan Energi Listrik di Indonesia

Sumber gambarefbumi.net

Energi adalah salah satu hal penting yang kita butuhkan, karena kita tidak bisa hidup tanpa energi. Selain dibutuhkan oleh makhluk hidup, energi juga diperlukan oleh benda mati seperti mesin, alam semesta juga berjalan sebagaimana mestinya karena adanya energi. Betapa pentingnya energi, sampai-sampai benda yang diam sekalipun tetap memiliki energi, yaitu energi potensial. Energi itu kekal seperti bunyi hukum kekekalan energi yang menyatakan bahwa jumlah energi dari sebuah sistem tertutup itu tidak berubah, ia akan tetap sama. Energi tersebut tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan oleh manusia, namun ia dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk energi lain.

Energi juga akan berfungsi apabila ia diubah menjadi berbagai macam bentuk energi, contohnya adalah energi listrik. Energi listrik dapat diubah menjadi energi cahaya, energi panas, energi kinetik, dan lain-lain. Oleh karena perubahannya yang beragam energi listrik menjadi multifungsi yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Kita mengetahui bahwa negara kita memiliki potensi yang luar biasa dalam hal sumber daya energi. Sumber daya energi termasuk sumber daya yang terbarukan, yaitu sumber daya yang berasal dari proses alam yang berkelanjutan, misalnya energi surya, panas bumi, gelombang laut, dan sebagainya. Potensi sumber daya energi panas bumi Indonesia sangat besar, menurut laporan yang dikeluarkan oleh WWF pada tahun 2012 dengan judul “Igniting theRing of Fire: A Vision for Developing Indonesia’s Geothermal Power” Indonesia memiliki potensi energi panas bumi terbesar di dunia, dengan setidaknya 29 Giga Watt total potensi panas bumi. Dari jumlah tersebut, baru dimanfaatkan sekitar 1,2 Giga Watt. Kebijakan Energi Nasional telah menargetkan agar panas bumi dapat menyokong 5% pembaruan energi nasional pada 2025, namun hingga saat ini panas bumi baru berkontribusi 1% dengan perkembangan yang lambat. Dengan potensi yang luar biasa tersebut, masyarakat bisa terjamin kebutuhan energinya asal pengolahan sumber daya energi tersebut maksimal dan merata hingga ke pelosok negeri.

Energi panas bumi adalah energi panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi dan fluida yang terkandung di dalamnya. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2003, panas bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan. Kita harus memaksimalkan sumber daya energi panas bumi yang dimiliki Indonesia untuk kesejahteraan bersama dalam menjamin ketersediaan energi listrik masyarakat Indonesia, sebagaimana amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Walaupun kita mempunyai sumber daya panas bumi yang berlimpah, tetapi jika kita tidak bisa memanfaatkannya dengan optimal, maka sama saja bahwa kita tidak memilikinya. Untuk mengolah sumber daya panas bumi menjadi pembangkit tenaga listrik, diperlukan orang-orang yang ahli di bidang tersebut, bantuan dan dukungan dari pemerintah dan juga kerja sama dengan berbagai badan energi, baik dalam negeri maupun luar negeri. PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) merupakan suatu pembangkit listrik yang memanfaatkan tenaga panas dari perut bumi dalam bentuk uap air dan merupakan energi terbarukan bila penggunaannya menggunakan prinsip siklus dengan pompa injeksi. Pembangkit listrik tenaga panas bumi hanya dapat dibangun di sekitar lempeng tektonik di mana temperatur tinggi dari sumber panas bumi tersedia di dekat permukaan. Pengembangan dan penyempurnaan dalam teknologi pengeboran dan ekstraksi telah memperluas jangkauan pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi dari lempeng tektonik terdekat. (Meilani dan Wuryandari, 2010).

Dengan jumlah penduduk yang sangat besar, Indonesia tentunya juga membutuhkan energi listrik yang besar pula. Sementara permintaan tenaga listrik dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 7% per tahun. Sementara itu pengembangan sarana dan prasarana ketenagalistrikan khususnya penambahan kapasitas pembangkit selama lima tahun terakhir (2004-2008) hanya tumbuh rata-rata sebesar 4,4% per tahun. Ketidakseimbangan antara permintaan dengan penyediaan tenaga listrik tersebut, mengakibatkan kekurangan pasokan tenaga listrik di beberapa daerah terutama di luar sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali tidak dapat dihindari. Kondisi pertumbuhan penyediaan tenaga listrik yang rendah tersebut juga merupakan akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada periode tahun 1998/1999, dimana pada saat itu pertumbuhan kapasitas terpasang hanya tumbuh sebesar 1,13%. (RUPTL, 2011).

Sejarah pengembangan sumber daya energi panas bumi di Indonesia dimulai sejak Di bawah pemerintahan kolonial Belanda, dari awal abad ke-19 sampai dengan pertengahan abad ke-20, sumber daya panas bumi di Indonesia telah dibuktikan keberadaannya dari survei geologi pemerintah kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, The Volcanological Survey of Indonesia (VSI) didirikan sebagai lembaga resmi pemerintah Indonesia yang bertanggung jawab untuk menyelidiki serta mencatat keberadaan gunung berapi di Indonesia (Hockstein dalam Takemae et al, 2012). Pengembangan energi panas bumi modern di Indonesia dimulai dengan di Kamojang pada tahun 1983 diikuti dengan beroperasinya Unit-1 PLTP (30MW) pada tahun 1983, dan 2 unit lainnya beroperasi dengan kapasitas 55 MW pada tahun 1985. Monoblock yang berada di Pulau Sumatera dengan kapasitas 2 MW terdapat di Sibayak-Brastagi telah beroperasi sebagai pembangkit listrik untuk pertama kali. Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) yang pertama dengan kapasitas 20 MW beroperasi di daerah Lahendong pada bulan Agustus 2001 (Pertamina Geothermal dalam Takemae et al, 2012). Kegiatan eksplorasi panasbumi di Indonesia baru dilakukan secara luas pada tahun 1972. Direktorat Vulkanologi dan Pertamina, dengan bantuan Pemerintah Perancis dan New Zealand melakukan survey pendahuluan di seluruh wilayah Indonesia. Dari hasil survey dilaporkan bahwa di Indonesia terdapat 217 prospek panas bumi, yaitu di sepanjang jalur vulkanik mulai dari bagian Barat Sumatera, terus ke Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan kemudian membelok ke arah utara melalui Maluku dan Sulawesi. Survey yang dilakukan selanjutnya telah berhasil menemukan beberapa daerah prospek baru sehingga jumlahnya meningkat menjadi 256 prospek, yaitu 84 prospek di Sumatera, 76 prospek di Jawa, 51 prospek di Sulawesi, 21 prospek di Nusa Tenggara, 3 prospek di Irian, 15 prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan.

Sistem panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistem hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (150‐225oC). Terjadinya sumber energi panas bumi di Indonesia serta karakteristiknya dijelaskan oleh Budihardi (1998) sebagai berikut. Ada tiga lempengan yang berinteraksi di Indonesia, yaitu lempeng Pasifik, lempeng Indo‐Australia dan lempeng Eurasia. Tumbukan yang terjadi antara ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan yang sangat penting bagi terbentuknya sumber energi panas bumi di Indonesia. Tumbukan antara lempeng Indo‐Australia di sebelah selatan dan lempeng Eurasia di sebelah utara mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di kedalaman 160 ‐ 210 km di bawah Pulau Jawa‐ Nusa Tenggara dan di kedalaman sekitar 100 km (Rocks et. al, 1982) di bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di bawah Pulau Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa atau Nusa Tenggara. Karena perbedaan kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda. Pada kedalaman yang lebih besar jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair dengan kandungan gas magmatik yang lebih tinggi sehingga menghasilkan erupsi gunung api yang lebih kuat yang pada akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa umumnya lebih dalam dan menempati batuan volkanik, sedangkan reservoir panas bumi di Sumatera terdapat di dalam batuan sedimen dan ditemukan pada kedalaman yang lebih dangkal.

Selain itu, panas bumi merupakan sumber daya energi yang ramah lingkungan karena fluida panas bumi setelah energi panas diubah menjadi energi listrik, fluida dikembalikan ke bawah permukaan (reservoir) melalui sumur injeksi. Penginjeksian air kedalam reservoir merupakan suatu keharusan untuk menjaga keseimbangan masa sehingga memperlambat penurunan tekanan reservoir dan mencegah terjadinya subsidence. Penginjeksian kembali fluida panas bumi setelah fluida tersebut dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, serta adanya recharge (rembesan) air permukaan, menjadikan energi panas bumi sebagai energi yang berkelanjutan (sustainable energy). Emisi dari pembangkit listrik panas bumi sangat rendah bila dibandingkan dengan minyak dan batubara. Karena emisinya yang rendah, energi panasbumi memiliki kesempatan untuk memanfaatkan Clean Development Mechanism (CDM) produk Kyoto Protocol. Mekanisme ini menetapkan bahwa negara maju harus mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 5.2% terhadap emisi tahun 1990, dapat melalui pembelian energi bersih dari negara berkembang yang proyeknya dibangun diatas tahun 2000. Energi bersih tersebut termasuk panas bumi.

Ada empat jenis sumber panas bumi hingga saat ini dan akan terus berkembang, yaitu hydrothermal, geopressured, petrothermal, dan magma energy. Semuanya dibedakan berdasarkan kedalaman letak reservoirnya di dalam bumi dari permukaan. Pengalaman dari lapangan‐lapangan panas bumi yang telah dikembangkan di dunia maupun di Indonesia menunjukkan bahwa sistem panas bumi bertemperatur tinggi dan sedang, sangat potensial bila diusahakan untuk pembangkit listrik. Potensi sumber daya panas bumi Indonesia sangat besar, yaitu sekitar 27500 MWe , sekitar 30‐40% potensi panas bumi dunia. Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap dibuat di permukaan menggunakan boiler, sedangkan pada PLTP uap berasal dari reservoir panas bumi. Apabila fluida di kepala sumur berupa fasa uap, maka uap tersebut dapat dialirkan langsung ke turbin, dan kemudian turbin akan mengubah energi panas bumi menjadi energi gerak yang akan memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik.

Karena potensi sumber daya energi panas bumi yang banyak tersebut, sudah sepatutnya kita maksimalkan untuk menjamin ketersediaan energi listrik masyarakat Indonesia seluruhnya, dengan begitu kita dapat merasakan hasil sumber daya dari bumi kita sendiri yang telah di anugerahkan Tuhan kepada kita.

DAFTAR PUSTAKA
geothermal.itb.ac.id
Haryadi, Bambang. 2007. Fisika untuk Kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
id.m.wikipedia.org
journal.umy.ac.id






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gerakan Berkebun Ramah Lingkungan Berskala Rumahan untuk Meningkatkan Produktivitas di Masa Pandemi Covid-19

Pemikiran Filosofis Ki Hajar Dewantara

Implementasi Teori Belajar dalam Kurikulum Merdeka