Karya Ilmiah
Revitalisasi Kompleks Miniatur Budaya Sulawesi Selatan di Kawasan Benteng Somba Opu untuk Menjaga Kearifan Budaya Lokal dalam Membangun Indonesia Maju 2030
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi
yang semakin maju banyak membawa perubahan. Adanya berbagai teknologi yang
dibuat manusia semakin mempermudah aktivitas manusia seperti penggunaan mesin. Selain
dampak positif, perkembangan teknologi juga membawa dampak negatif, yaitu
menggeser nilai-nilai kebudayaan lokal. Manusia yang selalu berfikir praktis
perlahan meninggalkan kebudayaan tradisional yang terikat banyak norma.
Kesadaran untuk menjaga kearifan lokal diperlukan untuk menjaganya dari
kepunahan.
Kearifan lokal terbentuk
sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis. Dalam
arti luas kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang terjadi secara
terus menerus dan dijadikan pedoman hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai
yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal (Sari, 2016).
Kearifan budaya lokal
Indonesia harus dijaga karena merupakan ciri khas bangsa Indonesia walaupun
zaman telah mengalami perkembangan IPTEK yang semakin maju. Bukan tidak mungkin
Indonesia akan menjadi negara maju dengan tetap mempertahankan kearifan budaya
lokal yang dimilikinya. Hal tersebut tentunya akan dikelola oleh SDM dari
bangsa Indonesia sendiri dan pada tahun 2030 Indonesia akan mengalami bonus
demografi.
Bonus demografi adalah fenomena struktur
penduduk menguntungkan dari sisi
pembangunan. Jumlah penduduk usia produktif (15-64 th) sangat besar, sementara jumlah penduduk usia
muda (0-14 tahun) dan usia lanjut (65+)
lebih sedikit. Di Indonesia bonus demografi akan dicapai kira-kira tahun 2020-2035.
Hal ini diharapkan dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sehingga mendapat
keuntungan. Apabila pemanfaatan bonus demografi tidak berjalan dengan baik,
maka Indonesia akan mendapat petaka (Dewi dkk, 2020).
Oleh karena
itu, kita sebagai pemuda harus memberikan kontribusi bagi bangsa untuk
membangun Indonesia maju 2030. Pemuda sebagai agent of change harus melihat potensi yang dimiliki bangsa
Indonesia, salah satunya pada bidang sosial budaya. Sudah tidak diragukan lagi
kebudayaan yang dimiliki Indonesia karena keberagamannya. Kebudayaan tersebut
harus dijaga dan dijadikan ciri untuk membangun negara Indonesia yang maju.
PEMBAHASAN
Kebudayaan yang
berkembang di Indonesia sangat beragam seperti rumah tradisional setiap suku yang
ada di Indonesia. Rumah tradisional merupakan bangunan rumah yang mencirikan
atau khas bangunan suatu daerah di Indonesia yang melambangkan kebudayaan dan
ciri khas masyarakat setempat. Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki
keragaman budaya, sehingga Indonesia memiliki
banyak koleksi rumah adat (Pramono, 2017).
Sulawesi Selatan
merupakan provinsi yang didiami oleh beberapa suku besar, yaitu suku Makassar,
Bugis, Mandar, dan Toraja. Suku-suku tersebut memiliki kebudayaan yang
berbeda-beda. Misalnya rumah tradisional, suku Makassar memiliki rumah tradisional
yang dikenal dengan sebutan balla lompoa.
Rumah tradisional suku Mandar dikenal dengan sebutan rumah boyang. Sedangkan rumah tradisional suku Toraja dikenal dengan
sebutan tongkonan.
Setiap suku memiliki
ciri khas tersendiri, seperti suku Bugis yang tersebar di berbagai kabupaten,
yaitu kabupaten Bone dan Wajo. Rumah tradisional yang berada di kedua kabupaten
itu memiliki perbedaan. Sebagaimana penelitian yang pernah dilakukan oleh
Marwati dan Andriani (2017) tentang perbedaan tipologi bukaan rumah adat suku
Bugis di kawasan Benteng Somba Opu meliputi sembilan rumah tradisional dari
etnis Bugis, meliputi rumah tradisional Bugis, Luwu, Bone, Wajo, Sidrap,
Pinrang, Barru, dan dua rumah tradisional Soppeng.
Usaha untuk menjaga
keragaman rumah adat dapat dilakukan dengan membuat miniatur, seperti yang ada
di kawasan Benteng Somba Opu. Benteng Somba Opu merupakan peninggalan sejarah Kerajaan
Gowa masa lalu di Sulawesi Selatan, sekarang dijadikan Kompleks Miniatur Budaya
Sulawesi Selatan dan telah dibangun
berbagai rumah adat dari semua suku/etnis yang ada di sana yang dapat
menggambarkan budayanya masing-masing (Eni, 2019).
Rumah-rumah
adat tradisional yang berada pada Kompleks Miniatur Budaya Sulawesi Selatan di
Benteng Somba Opu memiliki koleksi 27 bangunan rumah tradisional yang mewakili
empat etnis di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, yaitu Makassar, Bugis,
Toraja, dan Mandar. Terdiri dari 23 rumah yang dibangun oleh setiap pemerintah
daerah dan empat rumah yang dibangun oleh pemerintah provinsi (Marwati dan
Andriani, 2017).
Kondisi rumah adat dan
fasilitas di Kompleks Miniatur Budaya Sulawesi Selatan banyak mengalami
kerusakan. Hal ini sebagaimana dilansir dari laman regional.kompas.com bahwa ketika memasuki Benteng Somba Opu, jalanan dari batako
tampak berlubang
dan terdapat rumah
adat yang mulai rusak. Meski pemeliharaan di bawah pemerintah, juga pungutan
retribusi dan
sewa rumah adat untuk berbagai kegiatan. Namun, kondisi rumah adat kurang perawatan.
Benteng Somba Opu merupakan
wajah untuk mengenal kembali sejarah yang ada. Tetapi, penghargaan terhadap
saksi sejarah ini terkesan terabaikan.
Setiap hari, Benteng
Somba Opu ramai dikunjungi para pelancong maupun ratusan mahasiswa yang
melakukan berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan. Para mahasiswa ini pun
melakukan berbagai kegiatan kemahasiswaan di rumah-rumah adat, bahkan sampai menginap beberapa hari. Rumah
tradisonal ini
Gambar
1.
Kegiatan kemahasiswaan yang dilakukan di
Baruga Somba Opu
Sumber: Dokumentasi pribadi penulis
sudah beralih fungsi karena banyak
digunakan oleh mahasiswa untuk kegiatan kemahasiswaan, seperti kegiatan
pengkaderan yang dilakukan di rumah tradisional itu. Kawasan yang seharusnya
menjadi cagar budaya dan pengenalan budaya di Sulawesi Selatan malah tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk menjaga
kelestarian rumah tradisonal tersebut.
Menurut Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 18 tahun 2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan,
revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai lahan/kawasan melalui
pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan
sebelumnya (pasal 1 ayat 1). Menurut Octavia (2018) sebagai sebuah kegiatan
yang sangat kompleks, revitalisasi terjadi melalui beberapa tahapan dan
membutuhkan kurun waktu tertentu serta meliputi hal - hal sebagai berikut :
1.
Intervensi Fisik
Mengingat
citra kawasan sangat erat kaitannya dengan kondisi visual kawasan khususnya
dalam menarik kegiatan dan pengunjung, intervensi fisik ini perlu dilakukan.
Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan dilakukan secara
bertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan
kondisi fisik
bangunan, tata hijau, sistem penghubung, sistem tanda/reklame dan ruang terbuka
kawasan (urban realm). Isu lingkungan
(environmental sustainability) pun
menjadi penting, sehingga intervensi fisik pun sudah semestinya memperhatikan
konteks lingkungan. Perencanaan fisik tetap harus dilandasi pemikiran jangka
panjang.
Berbagai
rumah adat yang ada di Kompleks Miniatur Budaya Sulawesi Selatan, perlu
dilakukan intervensi fisik. Hal ini karena banyak yang mengalami kerusakan. Salah
satunya rumah adat tongkonan yang
berasal dari suku Toraja. Selain perbaikan fisik, juga harus dilakukan
pemeliharaan oleh
Gambar 2. Kondisi
rumah Tongkonan yang mengalami
kerusakan
Sumber: https://kitabisa.com/campaign/tongkonan
pihak terkait
agar rumah adat dapat terjaga dalam jangka waktu panjang. Aspek pendukung
seperti perbaikan sistem penghubung berupa jalanan harus dilakukan dengan tetap
memperhatikan aspek lingkungannya. Kerja sama dengan pemerintah daerah penting
dilakukan agar intervensi fisik rumah tradisonal dari berbagai kabupaten sesuai
dengan keadaan aslinya.
2.
Rehabilitasi Ekonomi
Konteks
revitalisasi perlu dikembangkan fungsi campuran yang bisa mendorong terjadinya
aktivitas ekonomi dan sosial. Setiap rumah tradisional yang ada di kawasan Benteng
Somba Opu menunjukkan ciri khas daerah setempat darimana rumah tradisional
tersebut berasal. Strategi pengembangan pariwisata lebih lanjut harus
dilakukan. Kebudayaan-kebudayaan dari berbagai kabupaten di Sulawesi Selatan dapat
dipertunjukkan agar menarik masyarakat untuk berkunjung sehingga lebih paham
dengan budaya daerah setempat. Hal ini bisa menjadi kesempatan untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitarnya karena dapat menawarkan
aksesoris dan oleh-oleh khas daerah setempat kepada pengunjung.
3.
Revitalisasi Sosial/Institusional
Revitalisasi
sebuah kawasan harus berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan
sosial masyarakat. Program revitalisasi Kompleks Miniatur Budaya Sulawesi
Selatan di Benteng Somba Opu diharapkan dapat memberikan dampak sosial yang
positif bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Selain membantu dari sisi
ekonomi, pihak UPTD pengelola kawasan Benteng Somba Opu dapat bekerja sama
dengan masyarakat yang tinggal dekat dengan kawasan benteng tersebut. Seperti
halnya merekrut penjaga rumah tradisional dari masyarakat sehingga dapat turut
serta dalam mengelola kawasan Benteng Somba Opu .
PENUTUP
Adanya
revitalisasi di kawasan Benteng Somba Opu diharapkan dapat menjaga kearifan
budaya lokal berupa rumah tradisional suku-suku yang ada di provinsi Sulawesi
Selatan dan aspek pendukungnya berupa fasilitas penunjang serta aspek ekonomi
dan sosial dari revitalisasi tersebut. Dari rumah-rumah tradisional itu juga
dapat dilakukan kegiatan-kegiatan yang menyangkut budaya dari masing-masing
daerah setempat. Revitalisasi ini agar dilakukan pihak pemerintah dan UPTD (Unit
Pelaksana Teknis Dinas) terkait untuk menjaga kebudayaan di Sulawesi Selatan.
Selain itu, mahasiswa yang sering melakukan kegiatan di kawasan ini untuk turut
menjaga kebersihan dan mempelajari sejarah dan kebudayaan yang ada di Kompleks
Miniatur Budaya Sulawesi Selatan . Bukan hanya sekedar melakukan kegiatan
kemahasiswaan, tetapi sebaiknya memanfaatkan kesempatan berkunjung dengan
belajar tentang kebudayaan lokal. Revitalisasi yang akan dilakukan ini merupakan
usaha menjaga budaya lokal daerah Sulawesi Selatan sebagai bagian dari
kebudayaan nasional. Sehingga Indonesia maju yang dinantikan dapat terwujud
dengan tetap mempertahankan kebudayaan asli Indonesia yang menjadi ciri dari
bangsa ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Dewi,
S. dkk. 2018. Bonus Demografi di Indonesia: Suatu Anugerah atau Petaka. Journal of Information System, Applied,
Management, Accounting and Research. 2 (3): 17-23.
Eni,
SP. dan MM. Sudarwani. 2019. Revitalisasi Kawasan Benteng Somba Opu sebagai
Kawasan Bersejarah Peninggalan Kerajaan Gowa Sulawesi Selatan. Laporan Penelitian. Universitas Kristen
Indonesia. Jakarta.
kitabisa.com.
2018. Gerakan Peduli Tongkonan di Benteng Somba Opu. https://kitabisa.com/campaign/tongkonan. 9 April 2020 (11:00).
Marwati
dan S. Andriani. 2017. Tipologi Bukaan
Pada Rumah Tradisional Bugis di Benteng Somba Opu Makassar. National Academic Journal of Architecture
4(2): 107-120.
Octavia,
R. 2018. Revitalisasi Kawasan Masjid Agung Surakarta dan Kawasan Sekitarnya. Disertasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 18 tahun 2010 Pedoman
Revitalisasi Kawasan. 31 Desember 2010. Jakarta.
Pramono,
A. 2017. Media Pendukung Pembelajaran Rumah Adat Indonesia Menggunakan
Augmented Reality. Jurnal Eltek.
11(1): 122-132.
regional.kompas.com
2018. Benteng somba Opu, Saksi Sejarah yang Terlantar. https://regional.kompas.com/read/2018/01/29/07000081/benteng-somba-opu-saksi-sejarah-yang-terlantar?page=2. 14 Juni 2020 (10:00).
Komentar
Posting Komentar