Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan
Gambar 1. Ki Hajar Dewantara (sumber: ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id)
Pertanyaan Pemantik
1.
Apa yang Anda percaya tentang peserta didik dan pembelajaran
di kelas sebelum Anda mempelajari topik ini?
Jawaban
Peserta didik adalah sasaran pembelajaran di kelas dan
seorang guru harus mengarahkan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran
dan memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan disertai dengan akhlak yang
mulia.
2.
Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku Anda setelah
mempelajari topik ini?
Jawaban
Pemikiran tentang dasar-dasar pendidikan lebih baik ketika
membaca pemikiran dari Ki Hajar Dewantara serta aspek sosiokultural dalam
konteks budaya lokal yang memberikan inspirasi untuk mampu diterapkan dalam pembelajaran
di kelas.
3.
Apa yang segera Anda terapkan lebih baik agar kelas Anda
merefleksikan pemikiran Ki Hajar Dewantara?
Jawaban
Melakukan observasi sebelum melaksanakan pembelajaran untuk
mengetahui karakteristik peserta didik agar pembelajaran yang berlangsung dapat
berjalan sesuai dengan kodrat anak dan konteks budaya peserta didik.
Kesimpulan dan Refleksi Terhadap Pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara adalah toko bangsa yang banyak memberikan sumbangsih pemikiran dalam dunia pendidikan nasional. Menurutnya pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Sementara pengajaran adalah cara menyampaikan ilmu sebagai bagian dari proses mendidik.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara masih relevan hingga saat
ini karena merupakan hal mendasar yang perlu diingat ketika mendidik seorang
anak karena saat ini salah satu permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan
adalah terlalu banyak materi yang diajarkan ke anak dan menjadi standar acuan
ketuntasan belajar dan itu pula yang saya rasakan ketika bersekolah. Oleh sebab
itu, sedikit demi sedikit materi pelajaran lebih dikhususkan dan difokuskan
pada materi esensial dan lebih diupayakan agar sesuai dengan potensi anak.
Hingga saat ini hal tersebut masih terus diupayakan dalam implementasi Merdeka
Belajar. Tetapi kenyataan di lapangan masih terjadi pro dan kontra terkait
penerapan Merdeka Belajar. Sehingga evaluasi dan perbaikan sistem pendidikan
harus terus dilakukan untuk kemajuan pendidikan yang lebih baik.
Relevansi
pemikiran Ki Hajar Dewantara yang memerdekakan murid dengan peran sebagai
pendidik tercermin dari pemikirannya yang menyatakan bahwa pendidikan sebagai
tuntunan yaitu tuntunan dalam hidup tumbuh kembangnya murid. Hal tersebut
merupakan pengingat bagi pendidik dan menjadi isyarat bahwa pendidik tidak
dapat merubah atau menentukan jalan bagi peserta didik tetapi dilakukan dengan
menuntun sesuai dengan kodrat yang dimiliki anak.
Gambar 2. Sosiokultural Bugis Makassar
(sumber: simbararimbu.site)
Pemikiran Ki
Hajar Dewantara memberikan pandangan dalam dunia pendidikan dan menjadi sumber inspirasi
untuk dikaitkan dengan konteks sosio kultural. Pemikiran Ki Hajar Dewantara
dikaitkan dengan konteks sosial budaya daerah Makassar dalam nilai sipakaingak yang berarti saling
mengingatkan. Seorang pendidik sebagai teladan yang baik harus memperhatikan
nilai-nilai afektif dalam pembelajaran disamping faktor kognitif dan
psikomotorik anak dan dengan senantiasa mengingatkan anak akan nilai-nilai
luhur maka akan membentuk kebiasaan yang baik bagi anak seperti mengingatkan
anak untuk saling berdiskusi dan memperhatikan setiap tanggapan dalam tugas
kelompok.
Pendidikan
anak perlu mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman agar anak bisa belajar
sesuai dengan potensi diri yang dimilikinya. Kodrat alam memberikan kesempatan
bagi anak untuk belajar sesuai dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak
berada dan sesuai dengan konteks lokal sosial budaya anak. Sementara kodrat
zaman sesuai dengan perkembangan lingkungan sang anak.
Konteks sosio kultural (nilai-nilai luhur budaya) lain yang sejalan
dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yaitu terdapat pada budaya “Siri Na Pacce”.
Siri Na Pacce terdiri dari dua kata yaitu "Siri" yang berarti "malu"
dan "Pacce" yang berarti rasa kemanusiaan, semangat rela berkorban,
bekerja keras, dan pantang mundur. Konsep ini menekankan bahwa pendidikan harus
difokuskan pada pengembangan karakter individu yang sehat, bukan hanya
penguasaan ilmu pengetahuan saja. Pendidikan harus mendasarkan pada nilai-nilai
luhur budaya, agar dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air dan budaya
lokal.
Konteks lokal sosial budaya di daerah Makassar dari konsep "Siri Na
Pacce" dapat diterapkan dengan menanamkan nilai-nilai budaya lokal seperti
sopan santun, kerjasama, kepedulian sosial, dan kesetiakawanan dalam
pembelajaran dan kegiatan di kelas atau sekolah. Misalnya, dalam pembelajaran,
guru dapat mengajak siswa untuk mengunjungi masyarakat lokal dan melakukan
studi kasus tentang nilai-nilai budaya yang diterapkan dalam masyarakat
tersebut. Selain itu, dalam kegiatan ekstrakurikuler, siswa dapat diajak untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kepedulian sosial seperti
kegiatan sosial, membuat video pendidikan, dan lain-lain. Dengan demikian,
siswa dapat belajar dan mengaplikasikan nilai-nilai luhur budaya lokal dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga dapat meningkatkan kualitas diri dan kualitas
masyarakat.
Pembelajaran harus dapat meningkatkan kualitas kehidupan individu dan masyarakat. Pendidikan harus mampu meningkatkan kesadaran sosial dan kewarganegaraan. Pemikiran Ki Hajar Dewantara dapat dikontekstualkan dengan mengintegrasikan nilai-nilai tersebut dalam pembelajaran di sekolah, serta mengedukasi peserta didik tentang pentingnya kesetaraan dan toleransi dalam masyarakat. Ini dapat memperkuat karakter peserta didik sebagai individu yang menghormati kearifan lokal, kesetaraan, dan toleransi, serta mempersiapkan mereka untuk menjadi anggota masyarakat yang peduli dan bertanggung jawab dalam konteks sosial budaya di Makassar.
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Penjabaran makna pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut dalam budaya lokal Makassar terdapat dalam budaya sipakatau yang berarti saling menghargai. Sipakatau dalam pembelajaran harus ada agar pendidik dapat dan peserta didik saling menghargai setiap potensi yang dimiliki peserta didik, dalam hal berpendapat, dan usaha yang telah dilakukan pendidik kepada siswanya.
Banyak pembelajaran yang dapat diambil dalam topik belajar kali ini. Hal-hal tentang dasar-dasar pendidikan oleh Bapak Pendidikan Nasional merupakan pondasi penting bagi seorang pendidik. Selain itu pendekatan sosiokultural dalam konteks budaya lokal dalam pendidikan menegaskan identitas bangsa Indonesia yang terkenal akan beragam budaya dan sebagai usaha menjaga kearifan lokal dan melestarikan nilai moral bangsa Indonesia dalam dunia pendidikan.
Komentar
Posting Komentar